“Berbeda dalam Persaudaraan, Bersaudara dalam Perbedaan”

 “Berbeda dalam Persaudaraan, Bersaudara dalam Perbedaan”

Photo by Muniroh

 Seorang pastor Katolik dan seorang petani muslim meraih penghargaan Maarif Award 2012

Perempuan berjilbab, laki-laki berpeci, tokoh-tokoh penggiat HAM duduk bersejajar. Masyarakat biasa hingga tokoh dari kalangan pemerintah pun tampak duduk di ruang sama. Sekejap, tepukan tangan yang meriah memecah kesunyian malam dalam ruang besar penuh lampu serta kamera televisi. Bukan tanpa sebab.

Ratusan orang di studio dan jutaan warga di seantero Nusantara menjadi saksi Charles Patrick Edward Burrows dan Ahmad Baharuddin. Dua lelaki dari generasi berbeda dan beda pula latar belakang agamanya tampil dengan segala kerendahan hatinya untuk menerima penghargaan Maarif Award 2012 di Grand Studio Metro TV, Sabtu (26/5) malam.

Keduanya dianugerahi penghargaan Maarif Award 2012 atas dedikasinya di bidang kemanusiaan yang tidak pernah disorot dari kacamata media. Apa yang tidak disorot oleh media tersebut?

Romo Carolus, sapaan akrab Charles Patrick Edward Burrows, berperan penting dalam kemajuan sejumlah desa di Cilacap, Jawa Tengah, salah satunya membawa perubahan terhadap kemiskinan dan keterbelakangan warga di Kampung Laut pada 1973. Awalnya, warga lokal hidup di daratan sedimentasi Sungai Citanduy dan terasing dari kehidupan warga lain di Pulau Jawa. Mereka hidup di antara sungai, rawa-rawa, dan pulau napi—Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan.

Saking kecilnya, jalanan setapak yang berada di tengah rawa dan kubangan air laut tersebut hanya bisa dilalui dua motor yang berpapasan. Rumah persis di atas permukaan laut dan hanya bertumpukan pada sebidang tanah akibat sedimentasi. Kini, daerah yang tadinya penuh air bisa menjadi sawah. Warga yang bekerja sebagai nelayan kini beralih menjadi petani.

Perubahan lain yang berkembang selain pembangunan jalan adalah kehadiran layanan pendidikan, balai pengobatan, berternak udang, serta kehidupan harmonis dan penuh kekeluargaan di tengah perbedaan agama. Kehadiran pastor Katolik kelahiran Finlandia 1943 itu telah menjadi penggerak sekaligus penghubung antarwarga dan pemerintah daerah. Bahkan, dalam kesaksiannya, Romo Carolus lebih bisa diterima semua kalangan yang mayoritas beragama muslim tersebut, termasuk hubungan baik dengan ormas Front Pembela Islam (FPI) Cilacap.

“Ini sangat menyentuh kami. Romo Carolus luar biasa,” kata Ketua DPW FPI Cilacap Muhammad Suryo Haryanto, seperti terungkap dalam profil tentang Romo Carolus yang dirilis Maarif Institute.

Romo Carolus juga menjadi pendiri Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) Cilacap, yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Meski sekolah-sekolah di bawah YSBS dibangun dengan konsep yayasan Katolik, banyaknya murid muslim dan berjilbab yang bersekolah di situ menunjukkan keterbukaan sekolah-sekolah ini.

Adalah Wantini, salah seorang siswi SMK Yos Soedarso, Sidareja, Cilacap. Siswi jurusan akuntansi tersebut baru saja mengikuti ujian nasional di sekolah Katolik itu pada 25 April lalu. Dengan berjilbab, ia sama sekali tak ragu dan minder bersekolah di SMK yang berada di bawah naungan YSBS tersebut.

“Saya tidak takut dicap apa pun karena justru mayoritas muridnya muslim,” ujar Wantini. Masuk ke sekolah tersebut merupakan pilihannya sendiri.

Meski berbasis Katolik, sekolah ini pun menyediakan guru kkhusus untuk murid muslim belajar agama. Begitu juga dengan murid beragama Buddha, Hindu, dan Kristen.

Selain sekolah, hubungan antarkelompok beragama pun giat dilakoni Romo Carolus. Ia menjadi pencetus lahirnya Forum Persaudaraan Umat Eriman (FPUB) di Cilacap. Aksi sosial lainnya adalah program reboisasi Pulau Nusa Kambangan. Namun Romo tetap merasa bahwa masih banyak yang harus ia lakukan.

Photo by Muniroh

Saat mendapakatkan anugerah Maarif Award 2012 Sabtu malam itu, Romo Carolus merasa tidak semestinya penghargaan tersebut diberikan kepadanya. Di usianya yang ke-69, ia mengungkapkan, yang berhak mendapatkan penghargaan tersebut adalah warga Cilacap. Sementara keberadaannya secara fisik, kata Romo, hanya membuat, memutuskan, lalu menghilang.

“Saya hanyalah orang desa yang hanya menjadi inisiator. Seharusnya yang menerima penghargaan itu adalah para tukang bangunan, guru, dan masyarakat setempat,” kata Romo Carolus, yang menjadi warga negara Indonesia sejak 1983 ini.

Keseharian warga, seperti yang dikatakan Romo, adalah hidup untuk menabur kebaikan dengan menanamkan pujian, bukan kritik yang mengecilkan hati. “Kalau kita melihat yang baik di dalam jiwa manusia dan memuji maka akan menghasilkan pribadi yang baik. Tetapi, kalau kritikan (merendahkan), justru akan membuat sesama berkecil hati. Sayang sekali, manusia lebih sering mengkritik,” ungkapnya.

Karena itu, lanjut Romo Carolus, terkait konflik agama yang belakangan marak bermunculan sebenarnya bukan salah agama. Agama hanya mengajarkan hal berbuat baik. Dikatakannya, untuk menarik kembali oknum yang suka berbuat buruk kepada orang lain, hanya melalui pengakuan dan pengampunan. “Tanpa pengampunan, tidak ada masa depan. Yang ada hanya masa lalu,” ujarnya.

Kini, Romo Carolus sedang mengusahakan beberapa hal yang juga membutuhkan dukungan dari semua pihak dan kalangan. Adalah penghapusan hukuman mati bagi para narapidana serta pemutihan 100 bangunan masjid dan puluhan gereja di daerah pulau tersebut. “Karena penjara bertujuan untuk merehabilitasi bukan menghukum. Kalau menghukum orang, dia tidak akan jadi lebih baik tapi kalau merehabilitasikan, akan menghiasi dia menjadi lebih baik,” ungkapnya.

Hal tersebut sekaligus dilakukannya dalam upaya membawa masyarakat melihat penjara sebagai tempat rehabilitasi, bukan tempat hukuman. Sebagai pelajaran yang bisa dipetik para pembuat kebijakan adalah pengaturan di Swedia. Dari 70 persen yang keluar, hanya 10 persennya lagi yang masuk kembali ke penjara. Seragam antara napi dan sipir sama, makan makanan yang sama, tembok penjara dihiasi tanaman berbunga, dan sebagainya.

Sementara Kang Din, sapaan akrab Ahmad Baharuddin, merupakan pendiri

Photo by Muniroh

Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPTQ) si Salatiga, Jawa Tengah. SPPTQ merupakan gabungan dari 14 organisasi tani di Salatiga, Magelang, dan Semarang. Kini anggotanya mencapai 16.348 petani yang terdiri atas 660 kelompok tani dan 120 paguyuban.

Paguyuban ini didirikan untuk memberikan pengetahuan dan pelatihan kepada para petani setempat, agar dapat meningkatkan produksi hasil panen mereka. Dalam prosesnya, ia berhasil membuat para petani memproduksi pupuk cair bioorganik yang dapat membantu mengurangi potensi pemanasan global sebesar 21 kali lipat.

Sebagai penyemangat, para anggota SPPTQ akan selalu dibayangi dengan moto sederhana namun dalam maknanya—Ora tuku, Ora Utang, Nggawe Dhewe—berarti tidak membeli, tidak mengutang, membuat sendiri.

Autentik

Pemrakarsa Maarif Institute yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif, dalam sambutan penerimaan Maarif Award mengatakan Romo Carolus dan Baharuddin adalah manusia-manusia yang beragama secara autentik.

“Mereka adalah orang yang beragama secara autentik. Berasal dari dua agama yang berbeda, namun memiliki satu tujuan sama, kemanusiaan. Mereka berdua sungguh luar biasa,” ungkapnya. Mereka, menurut Maarif, berbeda dalam persaudaraan dan bersaudara dalam perbedaan.

Maarif Awards merupakan pemberian penghargaan kepada orang-orang yang memiliki dedikasi di bidang kemanusiaan. Program tersebut memberikan penghargaan kepada para tokoh yang tidak dikenal publik. “Di Indonesia, negarawan selalu dipersepsikan sebagai tokoh besar yang terkenal. Padahal banyak orang yang berbuat kebaikan demi masyarakat banyak, namun belum dikenal,” kata Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ulhaq.

Oleh tim juri, Carolus dan Baharuddin dinilai berdedikasi tinggi untuk merawat keindonesiaan dan memperjuangkan kemanusiaan melalui kerja-kerja inisiatif kepemimpinan di tingkat lokal berbasis nilai-nilai keagamaan yang universal.

“Dalam karya sosial mereka, pluralisme menjelma menjadi insipirasi dan kekuatan bersama untuk perubahan sosial masyarakatnya. Derita rakyat miskin dan petani merupakan kesadaran praksis iman mereka,” ujar Direktur Eksekutif Antara Ahmad Mukhlis Yusuf, salah satu dewan juri pada malam Penganugerahan Maarif Award 2012.

Anggota dewan juri lainnya adalah Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Swadaya Bambang Ismawan, Wakil Ketua Dewan Pembina Center for Strategic and International Studies (CSIS) Clara Joewono, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir, dan jurnalis senior Kompas Maria Hartiningsih. Maarif Awards sudah berlangsung sejak 2007. Carolus dan Baharuddin lolos setelah menyisihkan 51 kandidat lainnya yang masuk ke meja juri.

*Tulisan ini pernah dimuat di http://www.shnews.co/detile-2403-berbeda-dalam-persaudaraan–bersaudara-dalam-perbedaan-.html